Sekilas info tentang Buah Matoa...


Buah matoa, memang bukan buah yang biasa ditemukan di semua tempat. Tanaman buah matoa ini menurut beberapa informasi merupakan tanaman asli Papua. Walaupun demikian tanaman ini juga dapat kita lihat di Sulawesi Utara khususnya Kabupaten Bolaang Mongondow. Tanaman yang memiliki nama Latin: Pometia spp (Pometia pinnata, Pometia coreacae, Pometia acuminata) memiliki buah yang manis dan enak dimakan. Rasanya agak mirip campuran rasa buah durian, lengkeng dan rambutan.
Kalau di Irian dan Sulawesi Utara di sebut Matoa, di daerah lain menyebutnya dengan
Ganggo, Jagir, Jampania, Kasai, Kase, Kungkil, Lamusi, Lanteneng,
Lengsar, Leungsar, Mutoa, Pakam, Sapen, Tawan, Tawang dan Wusel,
dan Taun untuk Papua New Guinea.
Buahnya bergerombol dalam tandan yang menempel di ranting dan ujung cabang, masing-masing tandan memiliki buah berjumlah 15 buah atau lebih (jika tidak gugur saat musim hujan). Buah matoa merupakan tanaman yang dapat tumbuh dengan mudah dimana saja. Di Sulawesi Utara tepatnya di Kota Kotamobagu dengan mudah kita jumpai tanaman ini hampir di setiap pekarangan rumah. Bahkan pada saat sedang musim, panen buah membanjir dan dijual di pasar-pasar tradisional sampai Supermarket. Harganya bervariasi, per kilogram dihargai Rp. 7.500 - 15.000, tergantung jenis dan kondisi buah (serta sudah tentu...siapa yang membelinya). Tanaman ini menjadi Maskot Kota Kotamobagu, karena pada tahun 2007 lalu Walikota Kotamobagu telah mencanangkan bahwa buah Matoa menjadi kebanggaan kota ini. Sehingga Kota Kotamobagu dikenal juga sebagai Kota Matoa.
Kalau di Sulawesi Utara hama tanaman ini adalah kelelawar dan burung. Sering kali kita dapat melihat petani membungkus buah ini saat masih di pohon agar kelak saat matang tidak disikat oleh binatang yang tak diundang.
Saat memanen buah matoa, diusahakan agar buah ini jangan sampai jatuh ke tanah, karena jika jatuh sering pecah atau rusak. Buah ini memiliki memiliki jenis yang bermacam-macam, umumnya yang berwarna ungu tua/coklat kemerah-merahan bila sudah matang. Namun ada pula yang tetap berwarna hijau jika sudah matang. Di halaman belakang rumahku di Kotamobagu (Biga) ada tanaman matoa yang kulit buahnya kuning jika sudah matang, namun sayang pohonnya mati setelah 5 kali berbuah. Sampai sekarang buah matoa ini tetap menjadi rebutan jika datang musimnya. Sekali-kali datanglah ke Kota Kotamobagu saat buah ini sedang mulai musim. Gerombol buah yang menggoda, menggelantung di setiap ranting tanaman pohon ini sehingga merupakan suatu pemadangan yang indah...hmm.
Sumber:
http://masponco.blogspot.com/ 2007/12/buah-matoa.html
http://prastowo.staff.ugm.ac.id/ 5EEC41506564.feed
http://groups.yahoo.com/group/lingkungan/message/2898
http://green-effect.blogspot.com/2008/01/buah-matoa.html

Bagi orang asli Manado atau Bolaang Mongondow makan Bubur Manado (tinutuan) tidak lengkap jika tidak ditambahkan daun gedi ini sebagai campuran. Daun gedi mempunyai fungsi sebagai penambah rasa gurih serta mengentalkan. Selain lezat, daun gedi juga kaya akan vitamin A, zat besi dan serat yang baik untuk saluran pencernaan. Kolagen terkandung di dalam daun ini juga bermanfaat antioksidan dan menjaga kesehatan kulit. Mungkin karena banyak mengandung serat sehingga menyerap kolesterol dan lemak. Sehingga banyak orang berpendapat bahwa sayur ini dapat membuat orang langsing dan membantu menurunkan kadar kolesterol dan hipertensi. Namun belum ada penelitian khusus tentang hal ini. Karena daunnya banyak mengandung banyak zat kolagen yang bersifat antioksidan, maka berguna untuk merawat kesehatan kulit dan melancarkan peredaran darah. Konon kabarnya, pada suatu masa, Pak Harto (Almarhum) senang merawat sendiri tanaman ini di rumah kediamannya di Cendana, karena beliau suka makan rebusan daun itu guna pemulihan dan perawatan kesehatannya di masa tua.



