Setiap Kabela memiliki hiasan manik-manik seperti ini, kotaknya ringan dengan dominasi warna merah. Bahan dasar pembuatan kotak kabela ini biasanya terbuat dari pelepah daun Pohon Enau (gaba-gaba) yang dikeringkan. Ayah saya (S.A. Damopolii, Alm.) sering membuat kotak kabela dengan bahan dasar "gaba-gaba" ini. Gaba-gaba di potong sesuai dengan kebutuhan (ukuran kabela) kemudian dijahit dan dipaku (paku kecil) membentuk sebuah kotak kosong (belum mempunyai dasar dan tutup. Setelah itu dasar kabela dibuat dan dipasang pada bagian agak ke tengah dari kotak kabela. Maksud dasar kotak agak ke tengah mungkin agar pada saat memegang kabela posisi tangan masuk sebagian ke bawah kotak kabela, sehingga pegangan menjadi lebih kokoh. Selain itu secara konstruksi dasar yang berada agak ke tengah mampu menahan tekanan dari samping sehingga kotak tidak mudah rusak, maklumlah bahan dasarnya hanya gaba-gaba. Tutup kabela dibuat tersendiri terpisah dari kotaknya. Tutup ini dibuat berdasarkan ukuran kabela itu sendiri agar dapat menutupi kotak kabela. Setelah badan kotak kabela selesai, maka tahap selanjutnya adalah membungkus seluruh kotak kabela dengan kain merah (luar dan dalam), tutupnya masih terpisah. Membungkus kain merah pada kotak kabela diperkuat dengan jahitan agar tidak mudah lepas. Setelah badan kotak kabela dan tutupnya dibungkus kain merah, maka tahap berikut adalah merangkai untaian manik-manik untuk hiasan luar kotak kabela. Merangkai manik-manik ini membutuhkan keahlian tersendiri. Tidak semua orang dapat merangkai manik-manik yang membentuk simbol gambar atau pola-pola simetris ciri khas Bolaang Mongondow.Kerumitan gambar/pola hiasan manik-manik Kabela menunjukkan tingkat keahlian merangkainya sudah mumpuni.
Setelah selesai merangkai hiasan manik-manik kabela, hiasan ini ditempelkan dengan cara dijahit kebadan kotak kabela (4 sisi) sesuai dengan ukurannya. Demikian pula halnya dengan tutup Kabela pada bagian atasnya ditutupi dengan hiasan manik-manik juga serasi dengan kotaknya. Tahap terakhir adalah menyatukan kotak dengan tutupnya. Tutup ini dirancang dan didesain sedemikian rupa sehingga kalau kotak dibuka tutupnya dapat berdiri tegak dan tidak jatuh. Selesai sudah seluruh tahapan dalam pembuatan Kabela.
Memang Kabela tidak terlepas dari kehidupan Orang Mongondow, setiap upacara adat Bolaang Mongondow selalu menyertakan Kabela pada acara tersebut. Paling sering kita lihat Kabela digunakan untuk menyambut tamu-tamu adat/istimewa sebagai penghormatan kepada tamu tersebut. Kotak kabela diisi dengan sirih-pinang (momama'an) dan cengkeh untuk dipersembahkan kepada tamu terhormat dalam acara penyambutan tersebut.
Ketika kita memasuki Bumi Totabuan, dapat dijumpai Gapura Perbatasan dengan simbol Kabela pada bagian atas Gapura. Hal ini menunjukkan bahwa begitu besar pengaruh Kabela pada kehidupan Orang Mongondow dan merupakan simbol adat turum-temurun.
Tampak pada gambar adalah Gapura perbatasan Kabupaten Bolaang Mongondow dan Kabupaten Minahasa Selatan di Desa Insil Kecamatan Passi.
Pada bagian atas ada sebuah bentuk kotak menyarupai Kabela sebagai simbol penyambutan dan penghormatan kepada tamu yang akan datang berkunjung ke wilayah Kabupaten Bolaang Mongondow. Gapura-gapura semacam ini juga dapat dijumpai di perbatasan Bolmong (Boltim) dengan Kab. Minsel di Desa Guaan Kec. Modayag, perbatasan Bolmong dengan Kab. Minsel di Desa Nanasi Kec. Poigar dan perbatasan Bolmong (Bolsel) dengan Gorontalo di desa Lion Kec. Posigadan.
Demikian pula dalam upacara adat perkawinan Orang Mongondow, kabela memegang peranan penting dalam setiap prosesi adat. Sebagai tempat sirih-pinang dan sebagainya, juga merupakan simbol bahwa yang neikah tersebut adalah Orang Mongondow. Karena begitu terkenalnya Kabela ini sehingga seniman Mongondow menciptakan Tari Kabela yang terkenal dari Bolaang Mongondow. Setiap kali perhelatan adat atau acara pernikahan adat Mongondow, Tari Kabela selalu ditampilkan pada awal acara. Ibu saya (Ny. Rutniwati Damopolii, SE) merupakan salah seorang yang masih menguasai gerakan asli pada Tari Kabela ini. Tarian ini diajarkan pada anak-anak usia sekolah (SD sampai SMA) dan ditampilkan pada saat pagelaran seni atau upacara adat. Pada tahun 1980-an di bawah bimbingan Ibu Hj. Damopolii-Lamakarate (istri Hi. J.A. Damopolii mantan Bupati Bolmong era 80-an) bersama dengan Ibu saya membentuk sanggar Tari Kabela yang dikenal dengan Sanggar Manduru di kelurahan Biga-Kotamobagu. Sanggar ini sampai sekarang masih eksis dibawah Pimpinan Taha Dadu Mokoginta (staf Dinas Pariwisata Kab. Bolmong) dan masih dipercayakan mengisi setiap pagelaran seni Bolaang Mongondow baik di dalam maupun luar daerah (Jakarta).
Demikian besar arti Kabela bagi Orang Mongondow, sehingga setiap sendi-sendi kehidupannya selalu menghadirkan Kabela (lahir - kawin/menikah - meninggal). Kabela tidak menjadi sekedar kotak berhias manik-manik biasa...melainkan simbol adat Orang Mongondow yang masih dipertahankan sampai sekarang.


Buahnya bergerombol dalam tandan yang menempel di ranting dan ujung cabang, masing-masing tandan memiliki buah berjumlah 15 buah atau lebih (jika tidak gugur saat musim hujan). Buah matoa merupakan tanaman yang dapat tumbuh dengan mudah dimana saja. Di Sulawesi Utara tepatnya di Kota Kotamobagu dengan mudah kita jumpai tanaman ini hampir di setiap pekarangan rumah. Bahkan pada saat sedang musim, panen buah membanjir dan dijual di pasar-pasar tradisional sampai Supermarket. Harganya bervariasi, per kilogram dihargai Rp. 7.500 - 15.000, tergantung jenis dan kondisi buah (serta sudah tentu...siapa yang membelinya). Tanaman ini menjadi Maskot Kota Kotamobagu, karena pada tahun 2007 lalu Walikota Kotamobagu telah mencanangkan bahwa buah Matoa menjadi kebanggaan kota ini. Sehingga Kota Kotamobagu dikenal juga sebagai Kota Matoa.
Bagi orang asli Manado atau Bolaang Mongondow makan Bubur Manado (tinutuan) tidak lengkap jika tidak ditambahkan daun gedi ini sebagai campuran. Daun gedi mempunyai fungsi sebagai penambah rasa gurih serta mengentalkan. Selain lezat, daun gedi juga kaya akan vitamin A, zat besi dan serat yang baik untuk saluran pencernaan. Kolagen terkandung di dalam daun ini juga bermanfaat antioksidan dan menjaga kesehatan kulit. Mungkin karena banyak mengandung serat sehingga menyerap kolesterol dan lemak. Sehingga banyak orang berpendapat bahwa sayur ini dapat membuat orang langsing dan membantu menurunkan kadar kolesterol dan hipertensi. Namun belum ada penelitian khusus tentang hal ini. Karena daunnya banyak mengandung banyak zat kolagen yang bersifat antioksidan, maka berguna untuk merawat kesehatan kulit dan melancarkan peredaran darah. Konon kabarnya, pada suatu masa, Pak Harto (Almarhum) senang merawat sendiri tanaman ini di rumah kediamannya di Cendana, karena beliau suka makan rebusan daun itu guna pemulihan dan perawatan kesehatannya di masa tua.


